Rabu, 04 Februari 2009

Keinginanmu Adalah Perintah Bagiku

Benar apa yang dikatakan bahwa perasaan simpati terhadap seseorang bisa menjinakan keliaran kita. Tiba-tiba saja kitapun tunduk terhadap perintah, menjadi pribadi yang jinak, penurut, dan dengan segala “kerendahan hati” begitu mudahnya mampu menjelma menjadi orang lain.

Apapun namanya, lakon hidup harus terus berlangsung kendati aku mesti memerankan dua nama dalam satu tubuh. Sebuah penyelamatan gemilang, tapi itu tadi, karena tak biasa dan tak tega aku sempat protes. Tapi engkau dengan senyum bagusnya berujar pendek bahwa ini jalan aman menuju sebuah “keinginan”.
Hm…, aku hanya bisa tersenyum dalam hati. Sabar…, inilah resiko sebuah keinginan tadi!

Aku, sebagaimana engkau, tentu lebih banyak tersenyumnya dengan sandiwara seperti ini. Ketika tulisan ini kubuat, engkau mengaku tak sabar ingin segera membacanya. Aku tentu bahagia karena itu berarti engkau belum bosan menikmati ocehan serta celotehanku. Di sisi lain, aku sempat kehilangan kepercayaan untuk menulis karena bisa saja isi tulisanku tak lagi “menendang pikiranmu” hingga akan terasa hambar. Beruntung, engkau mengakui bahwa kini sudah terbiasa dengan curahan bathinku. Tak ada lagi degup jantung dan anasir tubuh yang menggiggil. Semua mengalir biasa-biasa saja. Apa benar demikian, wahai pribadi yang selalu kukenang itu?

Cukup lama aku tak mencicipi kemarahanmu seperti dulu, buah dari cemburuku. Tulisanku tiba-tiba mandul tak berisi. Garing dengan plot datar dan serasa tak menyentuh. Kini, kendati tak dalam kondisi marah, aku justeru bisa menulis karena sandiwara itu. Aku harus menjelma menjadi seorang pribadi gaul dengan gaya tak lagi jadul. Sempurnalah kini jalan hidupku. Bagaimanapun engkau telah menemukan hasrat menulisku dengan cara yang unik, dengan sensitifitas yang juga bisa dibilang tak lazim.


Keinginanmu seolah menjadi perintahku. Cepat berreaksi tanpa jeda untuk berpikir terlebih dahulu. Semua seolah sudah dikemas dalam kantong bernama ‘spontan’. Sungguh-sungguh aku tak pernah paham dengan kejadian seperti ini. Engkau telah menjadikan otakku begitu giat berpikir. Menjadikan hatiku rajin bersemedi untuk menemukan kata-kata baru, bahasa-bahasa santun hingga mampu bersarang di lubuk hati terdalammu.

Malam ini entah milik siapa. Hujan di sekeliling tak juga reda. Jika saja saat ini engkau telah tertidur…, kurasa belum karena engkau masih menunggu isi hatiku yang sengaja kutulis untukmu. Andai saja benar engkau telah terlelap…, semoga kantuk yang datang bukan karena bosan menungguku…, tapi kantuk itu datang karena keinginanmu menunggu hari esok supaya lekas datang.

3 komentar:

seruni mengatakan...

nah gitu donk :)

skrg lebih.. bijak n bisa mengendalikan perasaan hati en yg paling penting skrg udh..lebih banyak bersabar..

seneng dech dengar nya :)

tapi tetap menulis yach..
tetap ditunggu koq.. tulisan2 nya

h_d

Arini mengatakan...

:) Saya numpang senyum aja yach..

JOLA76 mengatakan...

Assalamu Alaikum Wr.Wb.
Salam kenal dari kami, mohon maaf kalo baru sekarang kami berkunjung karena masih dalam tahap belajar, harap maklum