Cukup lama aku tak mengencanimu
Jika ternyata harus datang...
itupun selalu dari kejauhan dan hanya memandang saja
tak ada bahan tulisan yang kusimpan
hingga aku rela untuk berpaling kepada aingin
Otakku begitu padat dengan coretan
tentang kamu, engkau juga mereka
Tak satupun yang kusimpan, terasa bias
senyap yang kumiliki serta merta sirna
sebab yanga ada hanyalah tarian kesendirian
dengan sudut bibir yang terasa masih bagus
Bibir yang kini terus terkatup
Singgah pada sebuah keabadian
lunglai dalam pelukan awan putih
melulu bercerita tentang ketidakberdayaan
untuk menari dalam gamelan sedu sedan itu
Kembali aku akan terlambat menjengukmu
buah pikiranku sedang terantuk bebatuan
ada kekosongan pikiran dan kesulitan berkelana
seperti kembang kertas, gugur bersama senyapnya angin
entah kemana aku harus mencari
membangunkan dari 'tidurnya' sungguh tak mungkin
karena aku "TAK TURUT MENYELIMUTINYA"
Engkau sepertinya tahu dengan apa yang kutulis...
Kamis, 26 Maret 2009
Senin, 09 Maret 2009
Kepada Sahabat ( Bisa Karena Biasa )
Apa khabar, sahabat?
Sebentar lagi matahari akan dengan lekas sembunyi. Merapat di balik ufuk dan baru muncul esok hari. Rindu pada sinarnya dan selalu menginginkan terang itu datang setiap detik, tapi rupaynya tidak bisa karena malam hari akan segera menggantikannya. Bersyukur jika malam ini ada bulan, tapi itu pun muncul nanti setelah sepertiganya.
Kita benar-benar tak bisa melawan alam. Tuhan telah menggariskannya dengan tepat bahwa rotasi tidak bisa dirubah oleh manusia. Jika toh bisa mengubah, itu pun dengan bantuan lilin atau obor, tentu terangnya tak sehebat matahari.
Apa yang kita jalani juga adalah sebuah rotasi dan perputaran jalan hidup. Setiap manusia membawa sejarahnya masing-masing. Pahit dan manisnya sabar kita jalani. Suka dan dukanya pasrah dijalani. Curam dan terjalnya rela kita daki, biar semua berakhir dengan pahala. Ya pahitnya, ya manisnya.
Engkau tentu sedang berlomba menghadapi pahit manis itu, bukan? Manis karena apa yang engkau minta sesaat lagi akan jadi kenyataan. Sebuah permintaan khusus sering kau senandungkan lewat sujudmu. Meminta pada YANG PUNYA HIDUP untuk diberikan lagi satu penerus, supaya buah hatimu yang telah lama hadir tak merasa kesepian.

Pahitnya, jika boleh dibilang demikian, adalah romantikanya satu episod di mana itulah seninya orang yang tengah "DIKABULKAN" permintaannya. Maksud Tuhan mungkin adalah supaya kita lebih menghargai atas pemberiaNya jika kelak kita lupa untuk bersyukur.
Aku, sebagaimana engkau tahu, bukanlah malaikat. Manusia biasa yang tentunya punya sisi buruk juga, seperti engkau, mereka dan juga milyaran manusia lainnya. Hitamnya hidup, merupakan bagian dari sisi buruk itu sendiri. Apa yang tengah engkau alami merupakan sisi manis sebuah kehidupan. Jangan dibuat hitam dengan keseringan mengaduh. Kuatkan saja, tersenyum dalam ikhlas, dan tentu..., selalu tabah menjalani.
Seperti matahari, aku selalu rindu untuk datang menyapamu. Tapi rupanya cuaca sedang tak bagus karena sebentar mendung, sebentar cerah. Lain dari itu, engkau sedang fokus pada jadwal hidupmu, mengantar dan memanjakaan buah janin itu.
Jalani semua dengan tabah. Inilah kehidupan. Semakin nikmat direguk, semakin sering kerikil yang akan kita lalui.
Dalam damai hati ini, aku tak pernah lupa berharap lebih baik pada jalan hidupmu. Barangkali aku tak akan merugi jika dalam sujudku menyelipkan sebait doa bagi hidupmu...
Sebentar lagi matahari akan dengan lekas sembunyi. Merapat di balik ufuk dan baru muncul esok hari. Rindu pada sinarnya dan selalu menginginkan terang itu datang setiap detik, tapi rupaynya tidak bisa karena malam hari akan segera menggantikannya. Bersyukur jika malam ini ada bulan, tapi itu pun muncul nanti setelah sepertiganya.
Kita benar-benar tak bisa melawan alam. Tuhan telah menggariskannya dengan tepat bahwa rotasi tidak bisa dirubah oleh manusia. Jika toh bisa mengubah, itu pun dengan bantuan lilin atau obor, tentu terangnya tak sehebat matahari.
Apa yang kita jalani juga adalah sebuah rotasi dan perputaran jalan hidup. Setiap manusia membawa sejarahnya masing-masing. Pahit dan manisnya sabar kita jalani. Suka dan dukanya pasrah dijalani. Curam dan terjalnya rela kita daki, biar semua berakhir dengan pahala. Ya pahitnya, ya manisnya.
Engkau tentu sedang berlomba menghadapi pahit manis itu, bukan? Manis karena apa yang engkau minta sesaat lagi akan jadi kenyataan. Sebuah permintaan khusus sering kau senandungkan lewat sujudmu. Meminta pada YANG PUNYA HIDUP untuk diberikan lagi satu penerus, supaya buah hatimu yang telah lama hadir tak merasa kesepian.
Pahitnya, jika boleh dibilang demikian, adalah romantikanya satu episod di mana itulah seninya orang yang tengah "DIKABULKAN" permintaannya. Maksud Tuhan mungkin adalah supaya kita lebih menghargai atas pemberiaNya jika kelak kita lupa untuk bersyukur.
Aku, sebagaimana engkau tahu, bukanlah malaikat. Manusia biasa yang tentunya punya sisi buruk juga, seperti engkau, mereka dan juga milyaran manusia lainnya. Hitamnya hidup, merupakan bagian dari sisi buruk itu sendiri. Apa yang tengah engkau alami merupakan sisi manis sebuah kehidupan. Jangan dibuat hitam dengan keseringan mengaduh. Kuatkan saja, tersenyum dalam ikhlas, dan tentu..., selalu tabah menjalani.
Seperti matahari, aku selalu rindu untuk datang menyapamu. Tapi rupanya cuaca sedang tak bagus karena sebentar mendung, sebentar cerah. Lain dari itu, engkau sedang fokus pada jadwal hidupmu, mengantar dan memanjakaan buah janin itu.
Jalani semua dengan tabah. Inilah kehidupan. Semakin nikmat direguk, semakin sering kerikil yang akan kita lalui.
Dalam damai hati ini, aku tak pernah lupa berharap lebih baik pada jalan hidupmu. Barangkali aku tak akan merugi jika dalam sujudku menyelipkan sebait doa bagi hidupmu...
Kamis, 05 Maret 2009
Senyum Matahari
Hening yang kita punya adalah milik bersama. Tapi cahaya yang kau miliki adalah seutuhnya milik diriku. Tak sempurna memang sinar yang kau miliki. Kendati redup, selalu kuburu karena setiap saat ingin bersamamu.
Sepertinya aku telah kehilangan sinar itu. Kukejar, nyaris ke semua penjuru. Mencari berita dan berusaha meneropong melalui mata hatiku. Engkau belum juga kutemui di mana geragan berada.
Barangkali sebagai obat manakala hatiku terkikis karena mengingatmu, nyaris seperti mengigau aku berteriak dalam hening itu. Malam yang menusuk tulang...

Aku ingin menyusupmu
pada bathin kecil tak bertajuk
meraih isi hatimu
dan dikepal untuk selamanya
Ringkih yang aku punya
tak berarti aku harus menjauh
apapun dirimu, tetap bagian sisi tubuhku
wajah selembut embun itu...
menyayat hati sedetik tak ditinggalkan
Kuberi nama sebagai Senyum Matahari
karena engkau adalah penerang
pelukan hangat yang sempat terjalin
lalu melepuh dengan perlahan
pergi dalam ketidaktahuan
Senyum ini...
tentu abadi hanya milikmu seorang
rangkul aku dalam cuaca apapun
sebab aku adalah gunung bagi hidupmu
kemarilah,wahai Mmatahariku...
Sepertinya aku telah kehilangan sinar itu. Kukejar, nyaris ke semua penjuru. Mencari berita dan berusaha meneropong melalui mata hatiku. Engkau belum juga kutemui di mana geragan berada.
Barangkali sebagai obat manakala hatiku terkikis karena mengingatmu, nyaris seperti mengigau aku berteriak dalam hening itu. Malam yang menusuk tulang...

Aku ingin menyusupmu
pada bathin kecil tak bertajuk
meraih isi hatimu
dan dikepal untuk selamanya
Ringkih yang aku punya
tak berarti aku harus menjauh
apapun dirimu, tetap bagian sisi tubuhku
wajah selembut embun itu...
menyayat hati sedetik tak ditinggalkan
Kuberi nama sebagai Senyum Matahari
karena engkau adalah penerang
pelukan hangat yang sempat terjalin
lalu melepuh dengan perlahan
pergi dalam ketidaktahuan
Senyum ini...
tentu abadi hanya milikmu seorang
rangkul aku dalam cuaca apapun
sebab aku adalah gunung bagi hidupmu
kemarilah,wahai Mmatahariku...
Langganan:
Komentar (Atom)