Langit Bogor saat ini tak sehebat kemarin, murung dengan banyak awan di setiap tepinya. Hitam seperti jelaga dan berarak menjuntai hingga seperti tangan yang mencari pegangan. Sebentar lagi tentu akan hujan, dan langit biru kembali tampak…
Aku tentu tak akan rela jika kemurunganmu disamakan dengan awan. Awan hadir dan bisa menggelapkan semua isi bumi, gelap jadinya. Awan pun tak enak dipandang karena di sana tersimpan sengatan berbahaya yang mematikan, halilintar. Tak semua bernada minor memang, karena awan mengahasilkan hujan dan bumi menjadi basah karenanya.
Seperti cuaca yang sulit ditebak, aku tak pernah tahu keberadaanmu kini. Semua jalur komunikasi untuk bertanya tentangmu kuhindari, aku tak mau jadi duri dalam hidupmu. Sepeninggalmu, apakah masih serajin dulu engkau membuka laman demi laman ‘rumah’ ini atau tidak. Engkau sama sekali tak meninggalkan jejak itu. Aku yang berjanji untuk meninggalkan rumah ini, malah engkau yang terlebih dahulu berlalu. Aku kembali datang, sejatinya karena aku tak bisa membiarkan hidupmu merasa tak nyaman. Aku memang pantas berdamai dengan keadaan!
Catatan ini kurekam dalam ingatan. Langit Bogor yang katanya murung jadi saksi ketika langkah menggiring kaki menuju sebuah tempat. Coba baca dengan perlahan prosa ini!
Langkah kakiku mulai senja
terbirit-birit aku mencari tepian
sesaat saja agar aku bisa berteduh
dari rasa lelah yang mengejarku
Bersandar pada pijakan daun pintu lapuk
ngilu sendiku berujar, "sudah terkunci"
aku mencarai khabar tentangmu
tak jua kutemukan jejakmu
Tanganku menggigil dalam dingin
sebentar saja aku ingin meraba hatimu
tentu tak bisa karena engkau tetap sembunyi
dalam janji yang kau buat sendirian
Hela nafasku tersimpan rapat di dalam rongga
sesekali aku beradu cepat dengan ingatan
lekaslah hujan supaya langit tak lagi kelabu
aku sudah menunggumu sebagai sahabat seperti yang kau mau
Aku rupanya tak sendirian...
aku merasakan engkau selalu hadir
membaca dan menikmati isi pikiran ini
engkau jangan bilang mau pergi
dengan sembunyipun aku rasakan DATANGMU itu!
Cileungsi, 201208/17.32 WIB
Minggu, 21 Desember 2008
Kepada Bidadari yang Terluka, Bag. 2
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Aku selalu bertamu, seperti janjiku. Blog ini bagaikan punya magnet.
Tetaplah menulis...
Posting Komentar