Senin, 15 Desember 2008

Surat Untuk Bidadari, Bag.2

Arini...
Tersenyumlah sepagi ini. Karena senyum yang engkau miliki adalah pemberianNya yang lebih banyak mengundang orang untuk kagum, termasuk diriku.
Semalam, tanah Jakarta diguyur hujan. Tak lebat memang. Engkau pasti kedinginan, atau malah gerah karena cuaca yang tak bersahabat tadi.

Jauh di lubuk hati terdalam, aku berharap banyak hidupmu mengalir dalam damai. Tak ada riak dalam rumah tanggamu seperti beberapa bulan silam. Aku sungguh-sungguh tergores manakala mendengarnya. Sebuah kekhawatiran yang jarang terjadi pada diriku manakala seorang wanita mengalami kejadian semacam itu. Bagiku, engkau memang berbeda karena begitu lama 'berdiam' diri memenuhi kisi-kisi hatiku.

Jangan larang aku untuk tidak mencintaimu atau menyayangi karena aku bisa pergi lama meninggalkanmu. Aku tak butuh uangmu, tak butuh tubuhmu. Yang kubutuhkan adalah sedikit senyum dan secuil perasaanmu. Tersenyumlah pada saat membaca tulisan ini, aku akan rasakan itu kendati aku tengah sibuk bekerja!

Sesekali aku pernah membayangkan engkau berada di sisiku. Tapi aku merasa tak nyaman karena engkau sudah dinanti seseorang. Di sisi lain aku begitu hebat membenci perilaku menyimpang yang terjadi dalam kehidupan rumah tanggamu. Di sisi lain aku menyadari betul bahwa aku tengah menjadi pelakon dalam 'drama' yang kubenci tadi. Aku minta maaf...

Arini...
Kali ini aku harus sadar betul bahwa cinta tak bisa dipaksakan. Getar yang dihasilkan dalam jantungmu adalah bagian dari bahwa aku tak bertepuk sebelah tangan. Sungguh..., aku merasakan itu. Dan engkau tak perlu berbohong jika benar rasa itu ada!

Jangan merasa terganggu dengan kehadiran kata-kataku. Berulang kali aku katakan bahwa aku tak sedang merayu agar hatimu berpaling. Luruskan jarak pandangmu pada lelakimu. Arahkan tepat tatapan itu pada buah hatimu. Mereka, adalah layak untuk dicengkrami karena itu sudah menajdi hak yang tak bisa diabaikan.

Bercerita banyaklah di blog ini. Karena inilah tempat satu-satunya aku 'menemukan' dirimu. Aku tak sanggup untuk mendatangimu karena bukan jarak yang jauh, tapi rasanya tak pantas saja jika aku datang menemuimu...

Tinggalkan pesan jika engkau telah benar-ebnar melumat habis tulisan ini. Kendati harus diucapkan dengan rasa malu, tetap aku paksakan bahwa rasa 'kekhawatiran' pada dirimu belum tergantikan posisinya oleh bidadari manapun.

Arini, tersenyumlah di pagi ini...!

Tidak ada komentar: