Kamis, 04 Desember 2008

Senyum itu Dibawanya Hingga Ke Ujung Tidur

Kerap kali saya membayangkan bagai mana seorang Da Vinci bisa sejenius itu menciptakan pose wanita yang sedang terduduk anggun dengan senyum yang bisa dikatakan biasa ini ternyata bisa mengguncang dunia.

Kreasi Da Vinci bukan hanya itu, perhatikan lukisan jam melelehnya. Sangat potensial mengeruk tebal uang para kolektor. Tapi kenapa lukisan yang berjudul Senyum Monalisa bisa sebegitu terkenal?

Banyak para kreator film terinspirasi oleh senyum maut si wanita ini. Maka jangan heran jika para sineas Barat pun menampilkan sosok senyum wanita piktif ini pada banyak ragam versi. Dikemas modern ataupun klasik, sama-sama punya nilai jual.

Senyum…, banyak hal yang bisa digali dari hanya satu kata ini. Ragam kejadian bisa bergulir memenuhi sekian persen pemberitaan gara-gara senyum ini. Kenapa senyum berubah seperti laknat? Kenapa senyum bisa menjadi ‘jimat’? Kenapa senyum begitu dahsyat menyimpan pesona?

Tarik ulur urusan senyum adalah magnet yang tak akan habis untuk digunting jika kita berkehendak. Senyum, ditempatkannya sebagai pemandangan indah yang kerap kali sengaja dipasang entah sebagai jerat atau pemikat. Atau pula bisa jadi, senyum adalah bagian dari sandiwara hidup ini. Apa jadinya jika wanita seanggun bidadari tanpa senyum? Tentu bersikap selalu cemberut sama dengan menyembunyikan pesona kecantikannya.

Sahabat saya yang asli Solo pernah digilai oleh seorang pria gara-gara senyum. Dirinya mengakui bahwa si pria benar-benar semaput manakala si Solo ini berbasa-basi seraya melemparkan senyumnya. Si gadis Solo awalnya tak sadar jika senyumnya bisa mendatangkan makrifat. Pengakuan si pria sungguh mencengangkan, setiap tidur dirinya mengakui bahwa senyum si gadis emoh pergi hingga tidur usai!

Dari mata turun ke hati, asmara mulai angkat bicara. Jika sudah begini, ada benarnya jika senyum adalah bagian dari perangkat lunak yang kerap kali menjadi bumbu romansa kisah perselingkuhan antara rasa cinta dan romantisme sejenisnya.

Di mata saya, senyum si gadis Solo ini nyaris tak ada istimewanya karena hampir tiap hari menikmati cara dia tersenyum. Sesekali dia pernah tersenyum bahkan nyaris terbahak hingga barisan gigi belakangnya terlihat. Pernah pula berdekatan saya bicara, ada aroma tak sedap yang keluar dari rongga mulutnya. Jika saja aroma itu berujud secara fisik layaknya senyum…, saya tak bisa membayangkan bisakah si pria semaput pula?

Pun demikian dengan Cleopatra. Senyumnya sengaja diumbar karena bagian dari pesona tadi. Setiap pria nyaris mengakui bahwa jika Cleoptra tak ada senyumnya, maka kecantikannya hilang dengan begitu saja. Juga demikian dengan pengakuan Dewi Soekarno, bagian dari pesona Soekarno muda kala itu salah satunya adalah senyum.

Setiap pria ataupun wanita mempunya imajinasi yang nyaris sama jika harus berurusan dengan senyum. Ketertarikan antar sesama jenis selalu dikaitkan dengan senyum. Manis, menarik ataupun menggairahkan mempunyai konotasi yang berbeda pada setiap jengkal pemikiran, dalam artian tentu tak sama. Bisa jadi awal dari ketertarikan pada isteri atau suami Anda dulu awalnya adalah dari senyum tadi.

Anugerah yang satu ini sudah jadi bukti bahwa senyum merupakan bagian dari sandiwara kehidupan. Ketertarikan menjadi ekses yang maha dahsyat bagi si penikmatnya. Banyak orang mengakui, senyum ada yang membawa luka, ada pula yang terbawa hingga ke ujung tidur.

Dalam hal ini, bingkailah senyum itu seindah mungkin. Apalagi ada semacam keyakinan bahwa memberi senyum tulus adalah merupakan bagian dari ibadah. Terseyumlah terus dan kesampingkan ketakutan bahwa aroma nafasmu tak bersahabat kecuali memang jika Anda tengah berciuman!

Tidak ada komentar: