Kamis, 04 Desember 2008

Wanita Peranakan Cina itu Bernama Aisyah

Judul di atas sama sekali tak ada istimewanya. Sama seperti judul esai atau pun karya tulis lainnya, judul hanya merupakan sebentuk “rekayasa” supaya orang mau peduli untuk singgah dan berharap membaca tulisan tadi. Kenapa trik diperlukan? Jawabannya tentu beragam, seberagamnya isi kepala di belahan bumi ini.

Apakah trik semacam ini bisa dikategorikan penipuan? Bisa jadi karena manusia dilahirkan memang untuk “menipu”. Menipu, kendati berkonotasi jelek, tetap bisa bermakna aduhai jika berada di tempat yang elok. Salah satunya adalah ketika sepanjang perjalanan Sukabumi-Bandung saya “dikelabui” mentah-mentah oleh sebuah pribadi nan elok tadi. Panggil saya Aisyah saja!

Si empunya nama tadi memperkenalkan diri dengan cara yang berbeda dari kebanyakan wanita pada umumnya. Sikap beda ini mungkin karena saya memanggil dirinya dengan sebutan enci. Khas, karena memang dia berwajah oriental.

Aisyah, demikian si wanita ini saya panggil, tak jemu saya ajak ngobrol ngalor ngidul. Dia semangat meladeni. Obrolan yang tadinya hanya biasa, akhirnya mengalir kepada jalan hidup seorang Aisyah. Sebagai mana yang dia ceritakan, dirinya baru saja pulang dari sebuah pesantren di Sukabumi.

Nah, di sinilah letak keheranan saya karena seorang keturunan Cina mau membuka jati dirinya sebagai Muslim dan berusaha dengan kesungguhan hati untuk mempelajari Islam secara khafah. Saya yakin, Aisyah sejatinya tidak sedang menipu. Tapi karena keterbatasan berpikir sayalah yang kadang merasa “gelap” oleh pemandangan yang sesungguhnya dalam kondisi “terang”.

Di keluarganya, Aisyah adalah satu-satunya anggota keluarga yang beragama Muslim. Kendati awalnya banyak ditentang, Aisyah tetap berjalan sesuai keyakinannya. Bukan tanpa resiko, dilempar dari dinasti keluarga adalah bagian dari konsekuensi atas pilihannya ini, termasuk harus hidup melarat karena tak dapat tunjangan keluarga..

Apa yang Anda cari dari semua ini?

Ketika pertanyaan ini saya lontarkan, Aisyah hanya tersenyum simpul dan berujar kalem “ketenangan!”.

“Cermin” bisa didapat dimana saja, termasuk ketika kita di perjalanan. Dipungut atau tidak, semua tergantung kepada kita bahwasanya apa yang terlihat saru kadang berubah jadi mengejutkan.

Bagi saya, Aisyah nama yang teramat “lembut” dan kelewat “indah” karena yang menyandangnya bukan saja karena seorang Cina, melainkan maknanya pun begitu dalam.

Panggil saya Aisyah saja!

Tidak ada komentar: