Ya, saya akan pulang bersama dinginnya malam ini. Langkah kaki saya mulai jatuh menyentuh tanah pertanda saya akan memulai untuk menyepi. Meninggalkanmu dalam kesendirian tapi di tengah keramaian juga. Bayangkan aku, pergi dalm sepi dan berkelana seorang diri. Perih memang, tapi diakui bahwa luka ini bagian dari skenario yang telah Tuhan gariskan. Menentang kehendakNya berarti aku telah ingkar pada NikmatNya. Tuhan..., Engkau pasti arahkan kemana kaki ini Engkau gerakan!
Seharusnya malam ini aku bahagia
bertemu wanita impian setegar batu karang itu
si pemilik senyum bagus itu
dan tentu pribadi yg punya gaya bicara datar itu
Kusimpan dalm jambangan isi hati ini
tahun depan atau berikutnya akan kupungut kembali
kendati telah usang, kuyakin utuhnya bakal terlihat
kupahat dalam sanubari paling dalam
buat kupersembahkan pada entah
Hati yang terasa ditusuk sembilu,
lukanya tampak mengitari tubuh malam ini
bingkai gading tampak retak pinggir kali
lukanya mencuat ke bibir langit
Sembah sujudku kian merapat
menyentuh lantai dengan gurat sebening air
aku mungkin harus menangis padaMu
untuk yang kesekian kalinya
Perpisahan yang tiada batas
ujungnya hanya terjuntai di ujung awan
sulit dipegang, pun demikian jika dilepas
aku gelagapan dalam terang wajahmu
Rindu ini kusimpan rapat dan takkan kuberikan pada angin
juga demikian pada gunung yg menjulang itu
sederas air yang mengalir, rindu ini kusimpan bersama
gemericiknya....
Aku tak menginginkan engkau pergi....
saya bahkan rela menunggu dalam gelap sekalipun
semoga Tuhan tau...
kepergianku adalah untuk kembali...
Satu kali aku sebut namamu, Tunggu aku di kelokan itu, Arini...!
Bogor, 12.30 WIB
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar